Senin, 12 Juni 2017

Teori Strukturalisme Genetik


MENGANALISIS CERPEN YANG BERJUDUL “JANGAN KE ISTANA, ANAKKU” MENGGUNAKAN TEORI STRUKTURALISME GENETIK
Dosen Pengampu :
Dr. M. Shoim Anwar M.Pd
                                                                                                  




Oleh:
Alfi Nur Dina
NIM (165200043)
PBSI B 2016






UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA SURABAYA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
2017



Teori Strukturalisme Genetik

Sejajar dengan strukturalisme dinamik, strukturalisme genetik dikembangkan atas dasar penolakan terhadap analisis strukturalisme murni, analisis terhadap unsur-unsur intrinsik. Baik strukturalisme dinamik maupun strukturalisme genetik juga menolak peranan bahasa sastra sebagai bahasa yang khas, bahasa sastra. Perbedaannya, strukturalisme dinamik terbatas dalam melibatkan peranan penulis dan pembaca dalam rangka komunikasi sastra, strukturalisme genetik melangkah lebih jauh yaitu ke struktur sosial. Langkah-langkah inilah yang berhasil membawa srukturalisme genetik sangat dominan pada periode tertentu, dianggap sebagai teori yang berhasil memicu kegairahan analisis, baik di Barat maupun di Indonesia.
Strukturalisme genetik ditemukan oleh Lucien Goldman, seorang filsuf dan sosiolog Rumania-Perancis. Teori tersebut dikemukakan dalam bukunya yang berjudul The Hidden God: a Study of Tragic Vision in the Pensees of Pascal and the Tragedies of Racine, dalam bahasa Perancis terbit pertama kali tahun 1956. Sebagai penghormatan terhadap jasa-jasanya, Jurnal Ilmiah The Philosophical Forum (Vol. XXIII, 1991-1992) secara khusus menerbitkan karya-karya ilmiah dalam kaitannya dengan kepakarannya, khususnya terhadap teori strukturalisme genetik.
Strukturalisme genetik memiliki implikasi yang lebih luas dalam kaitannya dengan perkembangan ilmu-ilmu kemanusiaan pada umumnya. Sebagai seorang strukturalis, Goldman sampai pada kesimpulan bahwa struktur mesti disempurnakan menjadi struktur bermakna, di mana setiap gejala memiliki arti apabila dikaitkan dengan struktur yang lebih luas, demikian seterusnya sehingga setiap unsur menopang totalitasnya. The Hidden God, di mana konsep-konsep dasarnya ditanamkan kemudian disebut sebagai sosiologi kebudayaan. Menurut Boelhower (baca Goldman, 1981: 14-16), Goldman mulai mengkritik strukturalisme (murni) sekitar tahun 1960-an, dengan cara mengkombinasikan psikologi genetik Piaget, sebagai asimilasi dan akomodasi, dan teori dialektik Marx, sebagai infrastruktur dan superstruktur.
Secara definitif strukturalisme genetik adalah analisis struktur dengan memberikan perhatian terhadap asal-usul karya. Secara ringkas berarti bahwa strukturalisme genetik sekaligus memberikan perhatian terhadap analisis intrinsik dan ekstrinsik. Meskipun demikian, sebagai teori yang telah teruji validitasnya, strukturalisme genetik masih ditopang oleh beberapa konsep canggih yang tidak dimiliki oleh teori sosial lain, misalnya: simetri atau homologi, kelas-kelas sosial, subjek transindividual, dan pandangan dunia. Konsep-konsep inilah yang berhasil membawa strukturalisme genetik pada puncak kejayaannya, sekitar tahun 1980-an hingga 1990-an.
Dalam strukturalisme genetik subjek transindividual merupakan energi untuk membangun pandangan dunia. Pandangan dunia merupakan masalah pokok dalam strukturalisme genetik. Homologi, kelas-kelas sosial, struktur bermakna, dan subjek transindividual diarahkan pada totalitas pemahaman yang dianggap sebagai kesimpulan suatu penelitian. Pandangan dunialah yang memicu subjek untuk mengarang, identifikasi pandangan dunia yang dianggap sebagai salah satu ciri keberhasilan suatu karya. Dengan kalimat lain, mengetahui pandangan dunia suatu kelompok tertentu berarti mengetahui kecenderungan suatu masyarakat, sistem ideologi yang mendasari perilaku sosial sehari-hari.
Secara definitif Goldman (1977: 25) menjelaskan pandangan dunia sebagai ekspresi psike melalui hubungan dialektis kolektivitas tertentu dengan lingkungan sosial dan fisik, dan terjadi dalam periode bersejarah yang panjang. Pandangan dunia bukanlah ideologi sebagaimana terkandung dalam pemahaman Marxisme atau pemahaman masyarakat pada umumnya. Konsep-konsep yang mendasari pandangan dunia harus digali melalui dan di dalam kelompok yang bersangkutan dengan melibatkan indikator sistem kepercayaan, sejarah intelektual, dan sejarah kebudayaan secara keseluruhan. Penelitian terhadap primordial dan berbagai kecenderungan masa lampau yang masih sangat dominan di Indonesia, misalnya, memerlukan pelacakan terhadap fakta-fakta sejarah kebudayaan yang meliputi masa ratusan bahkan ribuan tahun.
Secara metodologis, dalam strukturalisme genetik Goldman menyarankan untuk menganalisis karya sastra yang besar, bahkan suprakarya. Pada dasarnya hamper semua teori memberikan indikasi karya besar seperti itu sebab semata-mata dalam karya besarlah terkandung berbagai aspek kehidupan yang problematis. Semata-mata dalam karya yang besar peneliti secara bebas memasuki wilayah kehidupan, ruang-ruang kosong sebagaimana disajikan oleh pengarangnya. Sebaliknya, dalam karya yang tidak bermutu, peneliti hanya menemukan unsur-unsur yang terbatas baik kualitas maupun kuantitasnya yang dengan sendirinya tidak memungkinkan untuk menyajikan masalah-masalah kehidupan secara maksimal. Menurut Goldmann hanya karya besar yang mampu untuk mengevokasi pandangan dunia.
Secara definitif strukturalisme genetik harus mmenjelaskan struktur dan asal-usul struktur itu sendiri, dengan memperhatikan relevansi konsep homologi, kelas sosial, subjek transindividual, dan pandangan dunia. Dalam penelitian, langkah-langkah yang dilakukan, di antaranya: a) meneliti unsur-unsur karya sastra, b) hubungan unsur-unsur karya sastra, c) meneliti unsur-unsur masyarakat yang berfungsi sebagai genesis karya sastra, d) hubungan unsur-unsur masyarakat dengan totalitas masyarakat, e) hubungan karya sastra secara keseluruhan dengan masyarakat secara keseluruhan.

Analisis Cerpen “Jangan Ke Istana, Anakku”
            Menurut teori strukturalisme genetik yang sudah dikemukakan Goldman, pada cerpen yang berjudul “Jangan Ke Istana, Anakku” karya M. Shoim Anwar tokoh yang diceritakan di dalamnya bersifat idealisme abstrak dalam memandang dunia. Mengapa demikian? Hal ini dapat diketahui ketika pada tokoh “aku” menceritakan kisah masa lalunya tentang pahitnya hidup dalam kurungan pagar istana. Sebagaimana pahitnya hidupnya pada masa itu sehingga dia tidak ingin putrinya yang bernama Dewi untuk masuk ke dalam istana yang laknat itu. Dia ingin membangunkan sebuah gubuk pada anaknya, bukan sebuah istana. Sebab dari gubuk itu menurut tokoh “aku” sang anak bisa memandang udara terbuka dengan angin semilir yang menggoyangkan dahan-dahan dengan cinta, bukan seperti di dalam istana seperti yang pernah dijalaninya.
            Perih menusuk dadanya berkali-kali saat sang anak merengek meminta “Papa, kapan kita ke istana?” jawabku sebagai pengenang masa lalu yang kelam yang trauma dengan kehidupan buruk di istana yang kualami hanya bisa membujuknya berkali-kali. Masih teringat jelas dalam ingatan tokoh “aku” penjaga istana menjadikannya pemisah antara hubunganku dengan istriku. Dengan alasan tidak ingin rahasia yang ada diistana dibocorkan kepada orang lain, istana mewajibkan “aku” menjadi penjaga. Istriku menangis, karena harus dipisah. Kami sama-sama tak berdaya. Menjadi penjaga, hidup di barak samping istana, tak boleh pulang bertahun-tahun lamanya. Dunia luar mungkin bahagia karena hidup di dunia terbuka, tapi kami masih hidup berselimut perih terkurung di dalam peti.
            Alur yang digunakan pada cerpen ini adalah alur campuran. Sebagaimana diceritakan tokoh “aku” yang hidup di usia yang bisa dikatakan tidak muda lagi, yang tak mengikuti perkembangan tumbuh putri semata wayangnya hingga memasuki usia remaja. Saat itu juga tokoh “aku” mengenang bagaimana pedih hidupnya saat menjadi istana yang megah, namun semuanya hanyalah kepura-puraan belaka. Keluarga istana memang berkuasa tanpa batas, mereka berkuasa atas segalanya. Tempat-tempat penting telah dimilikinya dengan berbagai cara, berbagai harta, nyawa, bumi dan air, segalanya diubah menjadi milik istana. Sungguh kejam jika diingat-ingat. Tidak berhenti sampai disitu saja, istana juga merampas istriku, menjadikan ia sebagai penari istana, penari yang raib ditelan istana. Hilang. Bertahun-tahun lamanya tak kunjung kembali. Dulu, aku ingat sekali bagaimana kenangan hidupku dan istriku terukir sangat indah. Namun kini, tinggal pilu sesak di dalam dada. Jalanan tanah berdebu, di bawah pohon depan rumahnya, di situlah cinta “aku” dan Trihayu tumbuh mengakar. Hingga aku berniat untuk menjadikan dia sebagai pendamping hidupku selamanya. Hingga akhirnya “aku” dan Trihayu dikaruniai seorang putrid, namun sayang setelah dua tahun melahirkan Dewi, istriku menerobos masuk ke istana sehingga dijadikannyalah ia sebagai penari dalam istana tersebut. Akhirnya terfikir olehku untuk menitipkan Dewi pada keponakanku, kemudian Dewi dibawa dan diasuh menjauh dari wilayah kekuasaan istana. Gaya hidupnya sudah berbeda, namun dia tetap dikenalkan siapa “aku” dan Trihayu sebagai orang tuanya. Hingga suatu hari para penjaga istana itu kembali mencekalku untuk dibawa ke istana lagi, dengan alasan yang sama. Pemandangan yang sama yang kutemui, suasana istana yang tak ramah, jarang ada komunikasi antar penjaga. Komunikasi penjaga hanya sebatas bercakap ketika mereka sedang dikumpulkan di lapangan. Namun sayang, harapanku satu-satunya akhirnya dibawa masuk ke istana. Tubuhku terasa meleleh, mengingat istriku yang dibawa ke dalam istana hingga ia hilang tiada kabarnya. Sekarang anak kesayanganku lepas dari pelukanku, aku tak berdaya atas semua yang sudah kualami. Aku sedih mengapa aku, anakku, dan istriku harus diganyang oleh istana.



Daftar Pustaka
Anwar, M. Shoim. 2017. Tahi Lalat di Dada Istri Pak Lurah. Lamongan: PustakaIlalang.
Kutha Ratna, Nyoman. 2013. Teori, Metode, Dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar