MAKALAH
TEORI FEMINISME
Dosen Pengampu :
Dr. M. Shoim Anwar M.Pd
Oleh :
2016-B/ Kelompok 7
1. Heronimus Puji Santoso (165200018)
2. Alfi Nur Dina (165200043)
3. Sri Wulan P (165200079)
4 Fheren Noven Isnaini (165200088)
UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA SURABAYA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA
INDONESIA
2017
Kata
Pengantar
Puji syukur atas kehadirat allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat, taufik serta hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah Teori
Feminisme ini tepat waktu. Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih
kepada semua teman atau kerabat yang mendukung kami untuk menyelesaikan makalah
ini. Semoga Allah SWT membalas semua amal budi baik mereka dan selalu memberi
rahmat dan anugerahnya kepada mereka semua.
Dalam menyusun makalah ini kami merasa masih kurang dari
sempurna, karena keterbatasan kami sendiri dalam penguasaan ilmu pengetahuan
maupun pengalaman. Untuk itu kami mohon dapatnya memberi saran dan kritik yang
sifatnya membangun dari para pembaca sangat kami harapkan, semoga dengan
makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Surabaya, 24 April 2017
Teori Feminisme
Secara
etimologis feminis berasal dari kata femme
(woman), yang berarti perempuan (tunggal) yang berjuang untuk
memperjuangkan hak-hak kaum perempuan (jamak), sebagai kelas sosial. Dalam
hubungan ini perlu dibedakan antara male
dan female (sebagai aspek perbedaan
biologis, sebagai hakikat alamiah), masculine
dan feminine (sebagai aspek perbedaan
psikologis dan kultural). Dengan kalimat lain, male-female mengacu pada seks, sedangkan masculine-feminine mengacu pada jenis kelamin atau gender, sebagai he dan she (Shelden, 1986: 132). Jadi, tujuan feminis adalah keseimbangan,
interelasi gender. Dalam pengertian yang paling luas, feminis adalah gerakan
kaum wanita untuk menolak segala sesuatu yang dimarginalisasikan,
disurbodinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan dominan, baik dalam bidang
politik dan ekonomi maupun kehidupan sosial pada umumnya. Dalam pengertian yang
lebih sempit, yaitu dalam sastra, feminis dikaitkan dengan cara-cara memahami
karya sastra baik dalam kaitannya dengan proses produksi maupun resepsi.
Emansipasi wanita dengan demikian merupakan salah satu aspek dalam kaitannya
dengan persamaan hak. Dalam ilmu sosial kontemporer lebih dikenal sebagai
gerakan kesetaraan gender.
Sebagai
gerakan modern, feminisme lahir awal abad ke-20, yang dipelopori oleh Virginia
Woolf dalam bukunya yang berjudul A Room
of One’s Own (1929). Perkembangannya yang sangat pesat, yaitu sebagai salah
satu aspek teori kebudayaan kontemporer, terjadi tahun 1960-an. Model
analisisnya sangat beragam, sangat kontekstual, berkaitan dengan aspek-aspek
sosial, politik, dan ekonomi. Menurut Teeuw (naskah belum diterbitkan),
beberapa indikator yang telah dianggap memicu lahirnya gerakan feminis di dunia
Barat tersebut, sebagai berikut.
1. Berkembangnya
teknik kontrasepsi, yang memungkinkan perempuan melepaskan diri dari kekuasaan
laki-laki.
2. Radikalisasi
politik, khususnya sebagai akibat perang Vietnam.
3. Lahirnya
gerakan pembebasan dari ikatan-ikatan tradisional, misalnya, ikatan gereja,
ikatan kulit hitam Amerika, ikatan mahasiswa, dan sebagainya.
4. Sekularisasi,
menurunnya wibawa agama dalam segala bidang kehidupan.
5. Perkembangan
pendidikan yang secara khusus dinikmati oleh perempuan.
6. Reaksi
terhadap pendekatan sastra yang mengasingkan karya dari struktur sosial,
seperti Kritik Baru dan strukturalisme.
7. Ketidakpuasan
terhadap teori praktik dan ideologi Marxisorthodoks,
tidak terbatas sebagai Marxis Sovyet atau Cina, tetapi Marxis di dunia Barat
secara keseluruhan.
Teori
Feminisme Liberal
Teori
ini berasumsi bahwa pada dasarnya tidak ada perbedaan antara laki-laki dan
perempuan. Karena itu perempuan harus mempunyai hak yang sama dengan laki-laki.
Meskipun demikian, kelompok feminis liberal menolak persamaan secara menyeluruh
antara laki-laki dan perempuan. Dalam beberapa hal masih tetap ada pembedaan
(distinction) antara laki-laki dan perempuan. Bagaimanapun juga, fungsi organ
reproduksi bagi perempuan membawa konsekuensi logis dalam kehidupan bermasyarakat
(Ratna Megawangi, 1999: 228).
Teori
kelompok ini termasuk paling moderat di antara teori-teori feminisme. Pengikut
teori ini menghendaki agar perempuan diintegrasikan secara total dalam semua
peran, termasuk bekerja di luar rumah. Dengan demikian, tidak ada lagi suatu kelompok
jenis kelamin yang lebih dominan. Organ reproduksi bukan merupakan penghalang
bagi perempuan untuk memasuki peran-peran di sektor publik.
Teori
Feminisme Marxis-Sosialis
Feminisme
ini bertujuan mengadakan restrukturisasi masyarakat agar tercapai kesetaraan
gender. Ketimpangan gender disebabkan oleh sistem kapitalisme yang menimbulkan
kelas-kelas dan division of labour, termasuk di dalam keluarga. Gerakan
kelompok ini mengadopsi teori praxis Marxisme, yaitu teori penyadaran pada
kelompok tertindas, agar kaum perempuan sadar bahwa mereka merupakan ‘kelas’
yang tidak diuntungkan. Proses penyadaran ini adalah usaha untuk membangkitkan
rasa emosi para perempuan agar bangkit untuk merubah keadaan (Ratna Megawangi,
1999: 225). Berbeda dengan teori sosial-konflik, teori ini tidak terlalu
menekankan pada faktor akumulasi modal atau pemilikan harta pribadi sebagai
kerangka dasar ideologi. Teori ini lebih menyoroti faktor seksualitas dan
gender dalam kerangka dasar ideologinya.
Teori
ini juga tidak luput dari kritikan, karena terlalu melupakan pekerjaan
domistik. Marx dan Engels sama sekali tidak melihat nilai ekonomi pekerjaan
domistik. Pekerjaan domistik hanya dianggap pekerjaan marjinal dan tidak
produktif. Padahal semua pekerjaan publik yang mempunyai nilai ekonomi sangat
bergantung pada produk-produk yang dihasilkan dari pekerjaan rumah tangga,
misalnya makanan yang siap dimakan, rumah yang layak ditempati, dan lain-lain
yang memengaruhi pekerjaan publik tidak produktif. Kontribusi ekonomi yang
dihasilkan kaum perempuan melalui pekerjaan domistiknya telah banyak
diperhitungkan oleh kaum feminis sendiri. Kalau dinilai dengan uang, perempuan
sebenarnya dapat memiliki penghasilan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
laki-laki dari sektor domistik yang dikerjakannya (Ratna Megawangi, 1999:
143).
Teori
Feminisme Radikal
Teori
ini berkembang pesat di Amerika Serikat pada kurun waktu 1960-an dan 1970-an.
Meskipun teori ini hampir sama dengan teori feminisme Marxis-sosialis, teori
ini lebih memfokuskan serangannya pada keberadaan institusi keluarga dan sistem
patriarki. Keluarga dianggapnya sebagai institusi yang melegitimasi dominasi laki-laki
(patriarki), sehingga perempuan tertindas. Feminisme ini cenderung membenci
laki-laki sebagai individu dan mengajak perempuan untuk mandiri, bahkan tanpa
perlu keberadaan laki-laki dalam kehidupan perempuan. Elsa Gidlow mengemukakan
teori bahwa menjadi lesbian adalah telah terbebas dari dominasi laki-laki, baik
internal maupun eksternal. Martha Shelley selanjutnya memperkuat bahwa
perempuan lesbian perlu dijadikan model sebagai perempuan mandiri (Ratna
Megawangi, 1999: 226).
Karena
keradikalannya, teori ini mendapat kritikan yang tajam, bukan saja dari
kalangan sosiolog, tetapi juga dari kalangan feminis sendiri. Tokoh feminis
liberal tidak setuju sepenuhnya dengan teori ini. Persamaan total antara
laki-laki dan perempuan pada akhirnya akan merugikan perempuan sendiri.
Laki-laki yang tidak terbebani oleh masalah reproduksi akan sulit diimbangi
oleh perempuan yang tidak bisa lepas dari beban ini.
Teori
Ekofeminisme
Teori
ekofeminisme muncul karena ketidakpuasan akan arah perkembangan ekologi dunia
yang semakin bobrok. Teori ini mempunyai konsep yang bertolak belakang dengan
tiga teori feminisme modern seperti di atas. Teori-teori feminisme modern
berasumsi bahwa individu adalah makhluk otonom yang lepas dari pengaruh
lingkungannya dan berhak menentukan jalan hidupnya sendiri. Sedang teori
ekofeminisme melihat individu secara lebih komprehensif, yaitu sebagai makhluk
yang terikat dan berinteraksi dengan lingkungannya (Ratna Megawangi, 1999:
189).
Menurut
teori ini, apa yang terjadi setelah para perempuan masuk ke dunia maskulin yang
tadinya didominasi oleh laki-laki adalah tidak lagi menonjolkan kualitas
femininnya, tetapi justeru menjadi male clone (tiruan laki-laki) dan masuk
dalam perangkap sistem maskulin yang hierarkhis. Masuknya perempuan ke dunia
maskulin (dunia publik umumnya) telah menyebabkan peradaban modern semakin
dominan diwarnai oleh kualitas maskulin. Akibatnya, yang terlihat adalah
kompetisi, self-centered, dominasi, dan eksploitasi. Contoh nyata dari cerminan
memudarnya kualitas feminin (cinta, pengasuhan, dan pemeliharaan) dalam
masyarakat adalah semakin rusaknya alam, meningkatnya kriminalitas, menurunnya
solidaritas sosial, dan semakin banyaknya perempuan yang menelantarkan
anak-anaknya (Ratna Megawangi, 1999: 183).
Daftar
Pustaka
Kutha
Ratna, Nyoman. 2013. Teori, Metode, Dan
Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Marzuki. Kajian
Awal Tentang Teori dan Gender. Yogyakarta. journal.uny.ac.id/index.php/civics/article/download/6032/5221
(diunduh pada tanggal 24 April 2017)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar